Catur warga ataukah Caturwarga?

Lembar Informasi Kebahasaan dan Kesastraan Edisi 1, Januari-Juni 2015


Oleh: Sunarti, S.S., M.Hum.


Dalam bahasa Indonesia ada beberapa jenis kata yang diserap dari bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, dan bahasa Sanskerta. Bahasa Sanskerta termasuk salah satu bahasa asing yang memengaruhi pemerkayaan kosakata bahasa Indonesia. Salah satu bukti pengaruh bahasa Sanskerta terhadap pemerkayaan kosakata tersebut adalah penyerapan kata bilangan, seperti eka, dwi, tri, catur, panca, sapta, dan dasa, yang bermakna ‘satu’, ‘dua’, ‘tiga’, ‘empat’, ‘lima’, ‘tujuh’, dan ‘sepuluh’.

Dalam bahasa Indonesia, kata bilangan yang diserap dari bahasa Sanskerta tidak berdiri sendiri sebagai kata. Akan tetapi, kata bilangan serapan dari bahasa Sanskerta tersebut merupakan unsur terikat, yaitu unsur yang hanya dapat digabung dengan unsur lain. Sebagai unsur terikat, seperti halnya unsur terikat yang lain, kata bilangan yang diserap dari bahasa Sanskerta ditulis serangkai dengan unsur yang menyertainya. Dengan demikian, catur- seharusnya ditulis serangkai dengan unsur yang menyertainya. Dengan demikian catur- yang menyertai kata warga penulisannya dirangkai, sehingga menjadi caturwarga, bukan catur warga.

Kata bilangan lain yang berasal dari bahasa Sanskerta juga ditulis dengan cara yang sama, yaitu dirangkai dengan kata yang menyertainya. Contohnya: ekabahasa, ekasuku, dwiwarna, dwifungsi, tridarma, trisatya, caturwulan, caturdarma, pancakrida, pancabakti, saptaprasetya, saptamarga, dasasila, dasawarsa

Selain kata bilangan, bahasa Indonesia juga menyerap satuan lingual lain dari bahasa Sanskerta yang dalam bahasa Indonesia menjadi unsur terikat, misalnya adi-, manca-, nara-, pasca-, pra-, purna-, dan swa-.

Sumber:
https://balaibahasajateng.kemdikbud.go.id/2016/03/catur-warga-ataukah-caturwarga/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyimak Pemakaian Kata Tenggat, Tenggat Waktu, dan Deadline

Tecermin atau Tercermin